
Apa rasanya puasa sosial media? Bagaimana rasanya hidup tanpa sosial media? Apa yang terjadi jika kita tidak membuka laman sosial media kita untuk sehari saja?
Tidak terbayangkan tapi harusnya bisa!
Social media memang sudah menjadi bagian hidup kita. Bahkan gadget dengan segala kecanggihannya sudah menjadi anggota tubuh kita. Hampir dipastikan bahwa setiap kita pasti akan memegang gadget pertama kali ketika bangun tidur, seperti mematikan bunyi alarm bangun pagi pada ponsel misalnya.
Berawal dari hanya mematikan alarm bangun pagi, selanjutnya akan berlanjut dengan memeriksa chatting pada grup Whatsapp, Telegram, dan sebagainya. Setelah puas memeriksa dan membalas pesan, sosial media lainnya yaitu Instagram, Twitter dan Facebook biasanya akan menjadi sasaran selanjutnya bagi pengguna ponsel dipagi hari.
Memeriksa Direct Message, menekan tombol like pada foto terbaru teman-teman di Instagram, memantau hashtag terpopuler pada Twitter adalah sebagian hal yang dilakukan pada laman sosial media setiap harinya. Terutama pada jam-jam awal bangun pagi.
Tidak hanya pagi hari, pada saat-saat senggang pun ponsel pasti tidak pernah lepas dari tangan kita. Dilansir dari WeAreSocial berkolaborasi dengan Hootsuite yang setiap tahun menerbitkan hasil kajian terkait penggunaan internet, gadget dan teknologi lainnya, ditemukan bahwa Indonesia merupakan salah satu penduduk pengguna ponsel, internet dan sosial media tertinggi di dunia.
Banyaknya Populasi dan Pengguna Internet aktif di Indonesia (per Januari 2021)
- Populasi di Indonesia sebanyak 274.9 juta pada Januari 2021.
- Peningkatan Populasi Indonesia meningkat sebanyak 2.9 juta (+1.1%) antara Januari 2020 sd. Januari 2021
- Sebanyak 49.7% populasi di Indonesia adalah wanita, sementara 50.3% sisa populasinya adalah pria
- Sebanyak 57% populasi di Indonesia tinggal di pusat kota, sedangkan 43% tinggal di pedesaan.
- Ada sebanyak 202.6 juta pengguna internet di Indonesia
- Adanya peningkatan pengguna Internet di Indonesia yaitu 27 juta pengguna (+16%) antara Januari 2021 sd. Januari 2021.
Hasil penelitian WeAreaSocial untuk Indonesia per Januari 2021.


Total pengguna internet aktif di Indonesia sebanyak 202.6 juta (73.7% dari total populasi penduduk Indonesia) dengan 96.4% dari pengguna internet aktif tersebut yang menggunakan ponsel untuk berinternet ria.



Jadi apa pentingnya pengetahuan tersebut kepada kita?
Kita semua adalah pengguna aktif internet setiap harinya. Saya sebagai penulis menggunakan internet untuk menjangkau para pembaca. Begitu pun kalian yang sedang membaca blog ini pasti mengunakan ponsel dan kuota internet kalian (terima kasih by the way).
Internet dan penggunaan sosial memang banyak manfaatnya. Banyak akun-akun media sosial yang bagus dan bisa memberikan informasi kepada kita. Begitupun aplikasi-aplikasi pada gadget kita banyak yang diciptakan untuk membantu kita. Gojek, Grab, Traveloka, Shopee, Tokepedia dan sejenisnya banyak membantu kita dalam menjalankan kehidupan ini. Semakin ringkas, semakin cepat, semakin kita sukai.
Tahukah kita bahwa sebenarnya di balik aplikasi-aplikasi hebat tersebut ada sejumlah riset yang telah dirancang untuk membuat setiap aplikasi tersebut terus-menerus kita gunakan tanpa kita sadari?
Otak kita sebagai manusia diciptakan Tuhan untuk terus haus akan informasi. Informasi apapun itu. Baik atau buruk, Inilah kenapa akun-akun sosial media gosip artis begitu banyak yang mengikuti.
Seperti dalam film dokumenter The Social Dilemma banyak para petinggi atau ilmuwan dibidang teknologi memberikan kesaksian atas bahayanya penggunaan internet dan sosial media dalam jangka panjang. Bahkan mereka yang dulunya petinggi Google, Instagram, Twitter, Pinterest dan sebagainya akhirnya keluar dari perusahaan raksasa tersebut.
Saya juga baru tahu melalui film dokumenter tersebut bahwa semua aplikasi tersebut dirancang untuk membuat ketagihan para penggunanya. Sekedar melakukan scroll pada layar ponsel ternyata menyebabkan otak kita ketagihan melakukannya. Dan itu memang diriset oleh para pencipta aplikasi tersebut.
Semakin kita scroll, semakin banyak informasi yang kita serap. Orang yang sedang liburan di pulau mentereng, teman kita yang mungkin sedang mendapat promosi, tetangga kita yang kebetulan mendapat rezeki membeli mobil baru. Hal-hal yang sebenarnya tidak perlu kita tahu tapi kita menjadi tahu akibat terlalu lama dan ketagihan untuk scroll media sosial.
Jika sudah ketagihan, akibatnya timbul rasa FOMO (Fear Of Missing Out).
Apa lagi itu FOMO (Fear Of Missing Out)?
FOMO ini sudah menjadi krisis budaya. Berdasarkan sejarahnya, kata FOMO ini dipopulerkan oleh Patrick J. Mcginnis didalam bukunya yang juga berjudul FOMO (Fear of Missing Out). Beliau yang tidak sengaja memperkenalkan akronim tersebut pada jurnal ilmiahnya ketika menjadi mahasiswa di Harvard Business School (HBS) pada tahun 2004. Sekarang istilah FOMO sudah mendunia.
Menurut Patrick J. Mcginnis defenisi FOMO terbagi dua yaitu:
1. Rasa cemas yang tidak diinginkan yang timbul karena persepsi terhadap pengalaman orang lain yang lebih memuaskan daripada diri sendiri, biasanya lewat terpaan media sosial
2. Tekanan sosial yang datang dari perasaan yang tertinggal suatu peristiwa, atau tersisih dari pengalaman kolektif yang positif atau berkesan.
Jika sudah FOMO, biasanya bukan hanya candu untuk terus menerus membuka media sosial agar tidak ketinggalan informasi saja. Gelisah terus-menerus, takut gagal memanfaatkan setiap hal yang terjadi di sekitar, merasa diri kecil karena tidak bisa melakukan atau seberhasil orang-orang di sekeliling, mempertanyakan kepada diri mengapa diri ini masih begitu-begitu saja merupakan salah satu indikator FOMO sudah menyebar ke sel-sel psikologi kita.
Kita harus belajar berani untuk tidak mengalami semua hal. Berhentilah mencoba melakukan segalanya dan menjadi semuanya. Nyatanya, kita bisa meraih semua yang kita inginkan-tanpa harus memiliki segalanya. Daripada mengidam-idamkan hal yang kita lewatkan, kita akan merasa lega begitu berhasil mengesampingkan segala hal. Kita akan bergembira dalam apa yang tidak kita miliki; dan justru bisa mengarahkan perhatian pada hal-hal lain yang memang penting dalam hidup
Patrick J. Mcginni
Jadi Puasa Media Sosial itu bagaimana?
Puasa media sosial rutin saya lakukan selama dua tahun terakhir. Setiap bulannya saya akan mengosongkan diri dari media sosial selama 1 minggu penuh. Khususnya dalam penggunaan Instagram, Facebook dan Twitter yang menuntut diri untuk ”harus tahu kehidupan oranglain”.
Karena sebenarnya kalau dipikir-pikir, untuk apa kita tahu kehidupan orang lain? Jika memang seseorang perlu tahu kehidupan kita, dia tinggal datang ke rumah kita untuk sekedar bercerita atau cukup chatting/video call via WhatsApp.
Kita sebagai pengguna media sosial, terkadang tanpa sadar sering egois. Egois karena hampir dipastikan setiap postingan yang kita tampilkan di laman media sosial kita adalah foto/video versi terbaik. Apakah ada dari kita yang ketika baru bangun tidur, dengan mata masih penuh belekan dan muka yang berminyak memposting penampilan tersebut di media sosialnya? Pastinya tidak ada. Kalau pun ada pastinya itu memang konten dan persona yang memang ingin dia bangun di media sosialnya agar cepat viral.
Egois karena tanpa sadar, melalui postingan kita yang super hebat tersebut ada orang yang diam-diam iri melihat kita. Ada orang -orang yang sedih dan rendah diri kenapa kehidupannya selalu terasa menyedihkan. Sedih kenapa dia tidak bisa seperti kita. Padahal kita sebagai pengguna media sosial tujuannya hanya untuk have fun saja ketika memposting sesuatu.
Saat kita memposting sedang makan sushi atau ramen termahal didunia, ada anak kecil yang bahkan belum makan seharian. Saat kita memposting sedang liburan mewah, happy-happy bareng teman hits, ada keluarga yang bahkan tidak punya rumah dan harus hidup di jalanan bertahun-tahun.
Ketika saya sadar akan hal inilah yang membuat saya tersadar jadi untuk selektif memposting sesuatu. Hal ini saya dapatkan ketika saya sedang puasa media sosial beberapa saat yang lalu dan ada beberapa orang yang terang-terangan memberitahu saja bahwa dia iri melihat postingan saya bersama suami yang sering travelling.
Saya tidak menyangka bahwa postingannya yang saya pikir untuk kesenangan diri sendiri, bisa membuat orang menjadi tidak damai sejahtera melihatnya. Siapa lah saya yang followernya hanya secuil bisa membuat orang kecil diri. Dan seperti yang kita tahu, kita tidak bisa membuat orang sepemikiran dengan kita. Kita lah yang harusnya sadar dan terus-menerus belajar untuk ikhlas jika mendapat kritik seperti saya tersebut. Tanpa kita bermaksud jahat, kita ternyata bukanlah selalu merupakan orang yang menyenangkan dan memberikan dampak baik ke orang.
Bagaimana mungkin ada orang yang bisa iri terhadap kita yang bukan siapa-siapa ini? Tapi buktinya saya menemukannya dan langsung berbicara kepada saya. Saya malah berterimakasih atas pernyataan beliau tersebut. Karenanya saya jadi belajar hal baru, bahwa siapapun bisa diirikan orang. Siapapun bisa memberikan dampak apapun kepada orang melalui postingannya di media sosial.
Maka dari itu, puasa media sosial ini menurut saya perlu dilakukan dan dibiasakan.. Selain menjaga kita tetap berakal sehat, kita bisa menjadi lebih tenang tanpa ada distraksi notifikasi media sosial bahwa si A sedang liburan, si B sedang membeli tas baru, dan si C sedang mendapat promosi dikantornya.
Seminggu saja per bulan. Awalnya aneh, tapi setelah menjalani ritual bulanan saya ini saya merasa lebih bijak menggunakan media sosial. Saya hanya membuka media sosial ketika memang saya ingin membuka. Setelah itu saya langsung log out akun saya. Beberapa akun artis atau influencer yang tidak memberi efek baik kepada saya, saya unfollow.
Karena kembali lagi lagi ke hukum media sosial :
1. Jangan memposting sesuatu yang akan membuatmu menyesal
2. Jangan melihat postingan orang lain yang akan membuatmu kecil diri
Bijaklah bermedia sosial. Usahakan membuka media sosial karena memang perlu karena berkaitan dengan pekerjaan atau memperkaya pengetahuanmu akan sesuatu yang bermanfaat. Bukan karena kamu sudah kecanduan media sosial dan terjangkit FOMO.
There are only two industries that call their customers “users”: illegal drugs and software — Edward Tufte
The Social Dillema’s Quotes
(Hanya ada dua industri yang menyebut konsumen mereka sebagai ”pengguna” yaitu Industri Narkoba dan Software)
Menarik sekali, dan sebuah tantangan juga bisa berpuasa dari dunia medsos. Selama ini medsos tidak lepas dari kehidupan, apa lagi generasi Z seperti saya hhe…gak buka sosmed seperti ada yg kurang.
Tapi saya sangat setuju dengan apa yg mbk sampaikan, terimakasih sudab berbagi ilmu yang bermanfaat ini
SukaSuka
terimakasih bang. memang kita hidup dizaman serba medsos. susah susah gampang memang membatasinya hihi
SukaSuka
Cool
SukaDisukai oleh 1 orang
Intinya kalau sampai ketagihan media sosial itu yang berbahaya ya ya Kak. Sebagai konten kreator bpun akan berpikir tentang apa yang akan di postingnya. Tapi menurut saya konten kreator sangat bebes dalam atusran yang legal Kak. Sebagai pribadi masing-masing kitalah yang menjaga. Mungkin kampanya tentang kosa kata FOMO dan bahanya, sebagai pintu solusinya. dan puasa media sosial tidak harus sebulan satu minggu ya Kak. itu adalah alternatif saja kan ya. Tips yang dilakukan Feby dalam menangai hal ini.
terimakasih atas informasinya kak
SukaSuka
tidak harus 1 minggu kok bang. itu hanya contoh saja, diperuntukkan untuk orang-orang yang sudah merasa FOMO. malah kalau bisa lebih dari seminggu lebih baik menurut buku ya saya baca. jadi tergantung masing-masing diri kita maunya yang mana.
SukaSuka
Bener banget sih, saya juga pernah melakukan hal ini beberapa bulan yang lalu dan entah kenapa banyak hal yang berubah didalam diri saya. Mulai dari yang hanya dirumah saja, bisa jadi kemana saja yang saya mau, dan kenal banyak orang baru.. Kadang kalau udah megang handphone dan aktif di media sosial selain untuk produktif malah jadi habisin waktu dan lupa dalam segala hal.. Kadang memang perlu untuk libur tidak bermedia sosial dalam beberapa waktu, agar tidak menjadi kebiasaan yang buruk dan bisa lebih bijak dalam menggunakan.
SukaSuka
terimakasih kak. betul sekali memang. main sosmed sering bikin lupa waktu. semangat selalu ya
SukaSuka
sebagai anak muda, jujur saja saya nggak bisa lepas dari sosmed. namun bukan berarti saya kecanduan. hanya saja sosmed menjadi perantara saya untuk berhubungan (komunikasi) dengan teman-teman saya, khususnya di Facebook. daripada berbalas pesan di Whatsapp, entah mengapa berbalas komentar di Facebook jauh lebih seru dan asyik. kalau untuk instagram, palingan cuma buat lihat info-info loker, lomba, dll.
SukaSuka
bagus sekali kalau mas sudah bisa menggunakan sosmed secara berkesadaran seperti itu. semoga bisa berkelanjutan ya mas. semangattt
SukaSuka
Saya pernah ada di kondisi sama sekali malas untuk berinteraksi di media sosial. Mungkin karena overload atau ada yang menyebut istilah burst. Ga sengaja ingin puasa, tapi kayaknya kondisi psikis yang butuh istirahat. Kerja menggunakan hampir semua teknologi internet memang gitu resikonya yaa…
SukaSuka
sama mba, saya juga pernah diposisi burst. sekarang saya juga buka sosmed kalau memang lagi bosen atau mau cari info tentang sesuatu. semangat selalu buat kita ya mba
SukaSuka
Rasanya pengen banget nyoba puasa media sosial, tapi kerjaan semua ada di medsos huhu.
SukaSuka
mungkin bisa lebih dibatasi pemakaian sosmed per harinya kak hihi bikin schedule dijam berapa sampai jam berapa buka sosmed nya hehe
SukaSuka
Ketagihan sosmed itu emang bisa jadi gak baik, cuman ada juga yg cari pundi2 rejeki via sosmed. Pastinya pande2 aja kita ya kan kak ngatur waktunya
SukaDisukai oleh 1 orang
Aku keseringan buka sosmed karena ikutan giveaway kak
kalau gak lg ikutan giveaway, sama sosmed biasa aja sih. Paling sesekali aja bukanya.
Memang harus lebih bijak memanfaatkan waktu bersosial media ya kan kak. Terimakasih sudah mengingatkan, semoga aku juga bisa benar-benar puasa sosmed 🙂
SukaSuka
Terimakasih juga sudah membaca artikel saya, semangat😀🙏
SukaSuka
Baru ‘sadar’ kalau aku disebut “pengguna” di industri ini. Jadi penasaran sama film nya kak. Btw, perihal megang gawai ini, pernah aku jadi berpikir waktu anak ngajak main tapi aku masih pegang hape, “Kok lebih konsen lihat hape sih daripada lihat anak sendiri”, aduh di situ kayaknya mulai benar benar kontrol pegang hapenya
SukaSuka
Iya. Anak-anak pun nantinya akan mencontoh perbuatan kita. Kita yg sudah punya anak nnti nya akan kewalahan sendiri mengontrol mereka main gadget jika kita tidak mencontohkan level waktu penggunaan gadget yg pas kepada mereka. Semangat mba😃
SukaSuka
Kita memang sudah terbiasa tidak bisa lepas dari sosial media ya,kak. Ketergantungan pun kadang buat stres juga sih,kebanyakan informasi yang tertelan. Hmm, saya sih pernah juga puasa medsos beberapa hari,belum sampai bulan karena mostly kerjaan semua disitu.
SukaSuka
Semangat mba, yg penting kita paham batasan untuk diri kita sendiri. Selama penggunaan medsos belum menganggu kita secara fisik dan mental sebenarnya sih aman-aman saja ya😃
SukaSuka
2019 jadi tahun yang paling parah dalam hal main medsos, jadinya waktu itu puasa 1 semester. Termasuk Google juga ga dibikin trackingnya. Tapi sekarang sudah aman, bahkan kerjanya berhubungan dengan medsos 😄
SukaSuka
Wah semangat mas dalam berproses😃💪
SukaSuka
Utk puasa sosmed mgkn gak, krn kerjaanku disini tapi aku menerapkan kandang waktu bersosmed, klo udah selesai kerja ya main sama anak hehe, bosan loh menatap layar gepeng terus
SukaSuka
Betull mba, yang palingpenting di hidup ini sebenarnya adalah kehidupan sosial yg real kan😃
SukaSuka
Ulasan yang menarik banget mengenai FOMO.
Kadang secara tak sadar memang kita terlarut untuk scroll sosial media.
Puasa sosmed awalnya emang susah dah harus disadari ada “penolakan” kalau kita sebeneranya “kepo akan kehidupan orang lain” tapi kalau dipikir kembali mengenai fungsi awal sosmed untuk mendekatkan yang jauh, hal itu sekarang malah berasa gak relevan lagi.
apalagi dengan perkembangan sosmed sekarang.
Thank you beb
SukaSuka
Iya, betul ya haha ada unsur “kepo akan kehidupan orang lain” disitu. Terimakasih juga sudah meluang waktu membaca artikelku ya sayang. God bless🙏
SukaSuka
Ya ampun, setuju banget sama ini Mba.. sekarang kita ada di dunia dimana-dimana harus di abadikan dan di posting di Sosmed. Saya per bulan ini akan mengurangi kebiasaan main medsos setiap hari. Karena memang kena banget ke kesehatan mental, trus kita juga bisa mindful sama apa yang terjadi saat ini.
SukaSuka
Semangat dalam berproses mba😀💪
SukaSuka